Tuesday, October 8, 2013

Pasien Serangan Jantung Butuh Tindakan Cepat dalam Enam Jam Pertama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemajuan layanan medis di Indonesia, terutama untuk menangani penyakit-penyakit kritis sebenarnya sudah sama bagusnya dengan layanan medis di rumah sakit-rumah sakit luar negeri. Namun sayangnya, mindset atau imej di kalangan masyarakat kita bahwa layanan pengobatan medis di rumah sakit di luar negeri masih lebih bagus dibanding layanan di rumah sakit dalam negeri masih demikian kuat, terutama di kalangan orang berduit.
Untuk penanganan penyakit jantung misalnya, rumah sakit di dalam negeri sudah sanggup menangani pasien yang menderita penyakit tersebut.
Direktur Cardiac Center RS Bethsaida, Serpong, Dr Dasaad Mulijono MBBS (Hons) FIHA, FIMSANZ, FRACGP, FRACP, Phd mengatakan, akibat masih kuatnya persepsi keliru yang seperti itu, triliunan rupiah devisa Indonesia lari ke luar negeri. Untuk pengobatan medis, umumnya devisa Indonesia 'terbang' ke Singapura dan Malaysia, dua negara yang saat ini industri rumah sakit modern-nya agresif menggaet pasien dari Indonesia.
"Sayangnya, banyak pemimpin di negeri kita yang memberi contoh kurang baik, melakukan general check up saja harus di luar negeri," ujar dr Dasaad saat menjadi pembicara dalam seminar setengah hari Seminar "Metode Terbaru untuk Melebarkan Pembuluh Darah Arteri Koroner yang Menyempit (PCI)" di Rumah Sakit Bethsaida, Gading Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (23/9/2013).
"Banyak keluarga konglomerat Indonesia yang melakukan tindakan internensi di RS di Malaysia. Padahal, RS di sana mengambil dokter terbaiknya dari Jepang. Kita di Indonesia mampu menanganinya. Rp 120 triliun uang kita yang terbang ke luar negeri karena kebiasaan masyarakat kaya kita berobat ke luar negeri," ujarnya.

Dia menjelaskan, membawa pasien yang terkena serangan jantung ke luar negeri sangat berisiko. Karena, pasien harus mendapat penanganan cepat, dan tepat dalam waktu enam jam sejak serangan tersebut datang. Lebih dari periode tersebut, otot-otot pada jantung pasien berpotensi mati, dan menyebabkan pasien meninggal dunia sebelum sempat diambil tindakan.
"Tindakan paling baik untuk pasien serangan jantung adalah tindakan intervensi. Jika dalam waktu enam sampai 10 jam tidak dilakukan intervensi, otot-otot keburu mati dan pasien tak tertolong," jelas dokter yang menyelesaikan pendidikan S1 Kedokteran di FKUI dengan predikat summa cum laude ini.
Membawa pasien serangan jantung ke luar negeri, menurut dr Dasaad, juga memakan waktu, karena perlu membawa pasien ke bandara, mengikuti proses check in dan boarding. Pasien selama dalam penerbangan juga terancam meninggal karena
bisa mengalami kekurangan oksigen.
Dia menegaskan, menangani pasien serangan jantung, pilihan terbaiknya adalah menanganinya di dalam negeri dengan membawa pasien ke rumah sakit terdekat yang memiliki peralatan lengkap dan dokter yang full time on call.
"Pasien serangan jantung butuh RS yang dokternya stand by di RS tersebut dan dokter tersebut berpengalaman. Bisa bekerja cepat dan tidak boleh grogi," bebernya.
Dr Dasaad juga menambahkan, penanganan atau tindakan untuk pasien serangan jantung cara terbaiknya adalah melakukan tindakan kateterisasi. Langkah CT Scan saja tidak cukup. Itu demi mengetahui kondisi dan posisi sumbatan.
"Tindakan CT Scan saja tak cukup karena tingkat akurasi diagnosisnya hanya 50 sampai 60 persen," jelasnya.
Dia menunjuk contoh, di RS Bethsaida di Gading Serpong, Banten, tempatnya sehari-hari bertugas sebagai dokter jantung, saat ini sudah memiliki layanan kateterisasi sampai tindakan emergency lainnya untuk pasien serangan jantung.
"Jadi untuk warga di sekitar BSD-Gading Serpong bisa membawa pasien yang terkena serangan jantung mendadak ke RS ini untuk segera dilakukan tindakan penanganan. Tidak perlu repot membawa berobat ke Singapura atau Malaysia," ungkapnya.
RS yang berdiri sejak Desember 2012 lalu ini, mampu menangani kateterisasi dan tindakan pemasangan cincin setelah dari hasil pemeriksaan ternyata pasien mengalami sumbatan pembuluh darah dan diketahui titik sumbatannya.
"Kasus-kasus serangan jantung seperti yang dialami presenter olahraga Ricky Jo dan anggota DPR RI Adjie Massaid yang meninggal karena serangan jantung sebenarnya tak perlu terjadi kalau keluarganya mengambil tindakan yang cepat dengan membawa ke RS yang memiliki peralatan lengkap," ujar dr Dasaad.
Dia menduga, meninggalnya kedua figur public tersebut terjadi karena diagnosa yang tidak bagus saat lakukan medical check up.
"Banyak dokter jantung yang juga meninggal mendadak karena medical check up-nya tidak bagus. Sebagai dokter jantung, saya sendiri rutin melakukan medical check up, mencegah terjadinya serangan jantung dengan menjaga agar kadar kolesterol saya tetap rendah, rajin olahraga dan mengatur asupan makan, karena saya memiliki riwayat
keluarga yang pernah kena serangan jantung. Kakak saya pernah kena, paman saya meninggal juga karena serangan jantung," jelas dr Dasaad.
Selama kariernya sebagai dokter jantung, dr Dasaad sudah menangani sekitar 2.000 kasus pasien serangan jantung. Sebagian di antaranya adalah pasien berkewarganegaraan asing. (choirul arifin)

sumber : tribunnews.com

1 comment:

  1. youtube.com: https://gf.co/4q7y-zH7vk - Videoslite.cc
    youtube.com: https://gf.co/4q7y-zH7vk. youtube to mp3 320kbps

    ReplyDelete