TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemajuan layanan medis di Indonesia,
terutama untuk menangani penyakit-penyakit kritis sebenarnya sudah sama
bagusnya dengan layanan medis di rumah sakit-rumah sakit luar negeri.
Namun sayangnya, mindset atau imej di kalangan masyarakat kita
bahwa layanan pengobatan medis di rumah sakit di luar negeri masih lebih
bagus dibanding layanan di rumah sakit dalam negeri masih demikian
kuat, terutama di kalangan orang berduit.
Untuk penanganan penyakit jantung misalnya, rumah sakit di dalam negeri sudah sanggup menangani pasien yang menderita penyakit tersebut.
Direktur Cardiac Center RS Bethsaida, Serpong, Dr Dasaad Mulijono
MBBS (Hons) FIHA, FIMSANZ, FRACGP, FRACP, Phd mengatakan, akibat masih
kuatnya persepsi keliru yang seperti itu, triliunan rupiah devisa
Indonesia lari ke luar negeri. Untuk pengobatan medis, umumnya devisa
Indonesia 'terbang' ke Singapura dan Malaysia, dua negara yang saat ini
industri rumah sakit modern-nya agresif menggaet pasien dari Indonesia.
"Sayangnya,
banyak pemimpin di negeri kita yang memberi contoh kurang baik,
melakukan general check up saja harus di luar negeri," ujar dr Dasaad
saat menjadi pembicara dalam seminar setengah hari Seminar "Metode
Terbaru untuk Melebarkan Pembuluh Darah Arteri Koroner yang Menyempit
(PCI)" di Rumah Sakit Bethsaida, Gading Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin
(23/9/2013).
"Banyak keluarga konglomerat Indonesia yang
melakukan tindakan internensi di RS di Malaysia. Padahal, RS di sana
mengambil dokter terbaiknya dari Jepang. Kita di Indonesia mampu
menanganinya. Rp 120 triliun uang kita yang terbang ke luar negeri
karena kebiasaan masyarakat kaya kita berobat ke luar negeri," ujarnya.
Dia menjelaskan, membawa pasien yang terkena serangan jantung ke luar negeri sangat berisiko. Karena, pasien harus mendapat penanganan cepat, dan tepat dalam waktu enam jam sejak serangan tersebut datang. Lebih dari periode tersebut, otot-otot pada jantung pasien berpotensi mati, dan menyebabkan pasien meninggal dunia sebelum sempat diambil tindakan.
"Tindakan
paling baik untuk pasien serangan jantung adalah tindakan intervensi.
Jika dalam waktu enam sampai 10 jam tidak dilakukan intervensi,
otot-otot keburu mati dan pasien tak tertolong," jelas dokter yang
menyelesaikan pendidikan S1 Kedokteran di FKUI dengan predikat summa cum
laude ini.
Membawa pasien serangan jantung ke luar negeri,
menurut dr Dasaad, juga memakan waktu, karena perlu membawa pasien ke
bandara, mengikuti proses check in dan boarding. Pasien selama dalam
penerbangan juga terancam meninggal karena
bisa mengalami kekurangan oksigen.
Dia
menegaskan, menangani pasien serangan jantung, pilihan terbaiknya
adalah menanganinya di dalam negeri dengan membawa pasien ke rumah sakit
terdekat yang memiliki peralatan lengkap dan dokter yang full time on call.
"Pasien
serangan jantung butuh RS yang dokternya stand by di RS tersebut dan
dokter tersebut berpengalaman. Bisa bekerja cepat dan tidak boleh
grogi," bebernya.
Dr Dasaad juga menambahkan, penanganan atau
tindakan untuk pasien serangan jantung cara terbaiknya adalah melakukan
tindakan kateterisasi. Langkah CT Scan saja tidak cukup. Itu demi
mengetahui kondisi dan posisi sumbatan.
"Tindakan CT Scan saja tak cukup karena tingkat akurasi diagnosisnya hanya 50 sampai 60 persen," jelasnya.
Dia
menunjuk contoh, di RS Bethsaida di Gading Serpong, Banten, tempatnya
sehari-hari bertugas sebagai dokter jantung, saat ini sudah memiliki
layanan kateterisasi sampai tindakan emergency lainnya untuk pasien
serangan jantung.
"Jadi untuk warga di sekitar BSD-Gading Serpong
bisa membawa pasien yang terkena serangan jantung mendadak ke RS ini
untuk segera dilakukan tindakan penanganan. Tidak perlu repot membawa
berobat ke Singapura atau Malaysia," ungkapnya.
RS yang berdiri
sejak Desember 2012 lalu ini, mampu menangani kateterisasi dan tindakan
pemasangan cincin setelah dari hasil pemeriksaan ternyata pasien
mengalami sumbatan pembuluh darah dan diketahui titik sumbatannya.
"Kasus-kasus
serangan jantung seperti yang dialami presenter olahraga Ricky Jo dan
anggota DPR RI Adjie Massaid yang meninggal karena serangan jantung
sebenarnya tak perlu terjadi kalau keluarganya mengambil tindakan yang
cepat dengan membawa ke RS yang memiliki peralatan lengkap," ujar dr
Dasaad.
Dia menduga, meninggalnya kedua figur public tersebut terjadi karena diagnosa yang tidak bagus saat lakukan medical check up.
"Banyak
dokter jantung yang juga meninggal mendadak karena medical check up-nya
tidak bagus. Sebagai dokter jantung, saya sendiri rutin melakukan
medical check up, mencegah terjadinya serangan jantung dengan menjaga
agar kadar kolesterol saya tetap rendah, rajin olahraga dan mengatur
asupan makan, karena saya memiliki riwayat
keluarga yang pernah
kena serangan jantung. Kakak saya pernah kena, paman saya meninggal juga
karena serangan jantung," jelas dr Dasaad.
Selama kariernya
sebagai dokter jantung, dr Dasaad sudah menangani sekitar 2.000 kasus
pasien serangan jantung. Sebagian di antaranya adalah pasien
berkewarganegaraan asing. (choirul arifin)
sumber : tribunnews.com
youtube.com: https://gf.co/4q7y-zH7vk - Videoslite.cc
ReplyDeleteyoutube.com: https://gf.co/4q7y-zH7vk. youtube to mp3 320kbps